Meski petani sudah berusaha memberikan obat-obatan dan penyemprotan secara rutin, akan tetapi penyakit tanaman cabe yang menyebabkan kematian ini tidak semakin habis, tetapi tetap menggerogoti tanaman cabe mereka. Para petani mulai mencabuti tanaman cabe berusia 4 sampai 6 bulan ini, untuk segera diganti dengan tanaman lain.
Salah seorang petani cabe, Senen (50), mengaku sudah mencabuti tanaman cabenya seluas dua kotak. Ia terpaksa mencabuti tanam cabe yang sudah berusia 6 bulan itu karena meski sudah diobati penyakit yang menyerang tidak kunjung berkurang. Bahkan senderung malah semakin meluas ke semua pokok tanaman.
"Kalau dibiarkan seperti ini mau ditunggu apanya? Buah sudah busuk dan daun rontok karena penyakit pathek. Kami tidak mau semakin merugi. Karena diberi obat-obatan tak ada hasilnya.Justru biaya perawatan cabe ini lebih banyak. Makanya kami cabuti tanaman agar bisa diganti tanaman lainnya seperti kacang dan jagung karena ditanami padi tak bisa harus sejak awal musim penghujan," terangnya kepada Surya.co.id, Sabtu (23/2/2013).
Hal senada disampaikan Mbah Suji (61) warga RT 02, RW 07 Dusun Kalipucang, Desa Kedungbanteng, Kecamatan Sukorejo. Dia mengaku jengkel dengan tanaman cabenya. Meski harganya naik yakni mencapai Rp 18.000 per kilogram untuk cabe super dan Rp 16.000 per kilogram untuk cabe campuran (hijau merah), dirinya tetap mencabuti tanaman cabenya itu.
"Selama ini tanaman cabe seluas 1,5 kotak ini menghasilkan sekitar Rp 7 juta sekali panen, tetapi kalau ini dibiarkan biaya perawatan, pupuk, dan penyemprotan malah saya kehabisan modal. Semua petani sudah mencabuti tanaman cabenya sejak kemarin. Mumpung masih hujan karena lahan tadah hujan bisa ditanamani tanaman lainnya," ungkapnya.
Selain itu, Mbah Suji menyesalkan tidak adanya petugas penyuluh lapangan (PPL) yang mendatangi petani cabe saat adanya serangan berbagai hama termasuk hama pathek itu.
"Petani sudah kembang kempis (kelabakan) seperti ini, tidak ada PPL yang datang memberi penyuluhan dan pembinaan," tegasnya.
Kasi Pengendali Hama Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, Muhadi membantah jika PPL diam dan tidak melaksanakan penyuluhan dan sosialisasi. Menurutnya, selama ini petugas PPL terbatas dan tak sebanding dengan jumlah petani cabe.
"Saking banyaknya petani sedangkan PPL kami terbatas. Kami sudah menghimbau jika penyakit pathek sulit untuk diobati (dibasmi). Bahkan obat-obatan gartis kami sediakan di kantor," ujar Muhadi .
"Kalau ada yang merasa belum didatangi PPL itu kemungkinan tidak ikut kelompok tani atau mungkin tidak melaporkan kondisi tanamannya ke kelompoknya. Lebih baik dicabut diganti tanaman baru lainnya daripada terus merugi," tandasnya.
Sumber : http://surabaya.tribunnews.com/